Dokter Keluarga : Peningkatan Pelayanan RJTP Askes

Peserta Askes              : “Dok, minta surat rujukan ke rumah sakit ya,”

Dokter Puskesmas      : “Baik bu, tetapi saya tulis ATP ya, atas permintaan pasien,”

Itulah fenomena yang kerap terjadi di lingkungan rawat jalan tingkat pertama (RJTP). Ada sekelompok peserta yang merasa lebih baik langsung berobat ke rumah sakit yang merupakan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) dibandingkan berobat ke provider tingkat pertama. Dan walhasil, tingkat kunjungan pasien ke rumah sakit cukup tinggi, padahal terdapat banyak kasus yang sebenarnya masih bisa diatasi di ranah RJTP. Tahun lalu angka ini mencapai mencapai 58/1.000/bulan, padahal angka rujukan yang baik berkisar 30-36/1.000/bulan.

Buruknya pelayanan di Puskesmas, meskipun ada juga yang baik, membuat Puskesmas hanya dijadikan sebagai tempat mengambil surat rujukan ke rumah sakit. Mengapa kebanyakan peserta Askes menganggap Puskesmas memiliki pelayanan yang buruk. Menurut Direktur Operasional PT Askes (Persero) dr. Umbu Marambadjawa Marisi, MPH., HIA., MHP., AAK hal ini disebabkan pelayanan di Puskesmas memiliki beban yang cukup berat. Puskesmas sebenarnya berfungsi sebagai usaha kesehatan masyarakat (UKM), sedangkan pelayanan yang dibutuhkan peserta Askes kebanyakan lebih bersifat kuratif (unit kesehatan personal /UKP).

“Kebanyakan peserta merasa tidak selalu dilayani dokter di Puskesmas, waktu tunggu lama, obatnya tidak terlalu tersedia, dan sebagainya. Karena Puskesmas intinya UKM dari mulai imunisasi, gizi, jadi semua jadi cukup berat. Sehingga penerapan RJTP peserta Askes, yang seharusnya Puskesmas menjadi gate keeper, yang mengendalikan semua pelayanan dalam konsep managed care, menjadi kurang optimal,” jelas Umbu.

Imbasnya cukup banyak, selain angka kunjungan rumah sakit yang tinggi, tentu akan berpengaruh pada biaya yang tidak terkendali. Peserta tidak puas dalam pelayanan karena dokter Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan juga memiliki beban kerja non-medis yang tinggi, mengakibatkan sebagian besar waktu dokter Puskesmas tersita diluar gedung Puskesmas. Dampaknya pelayanan pengobatan di Puskesmas pada umumnya tidak diberikan langsung oleh dokter, melainkan oleh paramedis. Rendahnya pemanfaatan Puskesmas ini terlihat dari menurunnya angka kunjungan peserta Askes ke Puskesmas.

“Melihat kondisi yang demikian, perlu adanya antisipasi yang tepat. Salah satu upaya yang dikembangkan adalah memperluas jaringan RJTP bagi peserta Askes ke Dokter Keluarga (DK) selain Puskesmas. Dengan pola gate keeper concept di DK secara bertahap” tambah pria kelahiran Payeti ini.

Jejak Langkah Dokter Keluarga Askes

Program pelayanan RJTP oleh DK sebenarnya sudah mulai dikembangkan pada tahun 1995 di Jawa Timur dalam proyek bantuan Bank Dunia (HP4). Dari evaluasi program ini maka diperoleh manfaat yang besar baik dari aspek mutu pelayanan maupun pengendalian biaya, sehingga layak untuk dikembangkan di daerah lain. Dari hasil survey yang dilakukan di Jawa Timur tahun 2000 diperoleh gambaran bahwa kualitas pelayanan RJTP di Puskesmas jauh dibawah pelayanan RJTP yang dilaksanakan pada praktek DK. Berdasarkan itu semua, maka manajemen PT Askes (Persero) mengambil kebijakan untuk mengalihkan pelayanan RJTP dari Puskesmas ke DK yang dilaksanakan secara bertahap.

Kebijakan ini diperkuat dengan dibuat Keputusan Direksi Nomer 123/Kep/0603, tentang Pelayanan rawat jalan Tingkat Pertama oleh Dokter Keluarga bagi peserta Askes Sosial yang selanjutnya merupakan model dalam pelaksanaan program. Namun sampai dengan triwulan IV tahun 2008, cakupan peserta yang terdaftar di DK baru mencapai 51,07 % (1.021.455 jiwa) dari target dua juta peserta.

“Ada banyak faktor yang menyebabkan pencapaian ini kurang maksimal. Salah satunya adalah besaran kapitasi yang diterima DK. Berdasarkan Keputusan Direksi tersebut besaran kapitasi yang diterima DK baru 2.500 per orang. Selain itu menurut survey yang dilakukan PT Askes (Persero) ternyata sebanyak 41 % DK Askes yang belum memahami konsep kapitasi sebenarnya, “ jelas Kepala Divisi Pengembangan PT Askes (Persero) Dr. Togar Siallagan, MM.

Selain angka kapitasi dan pemahaman DK sendiri akan kapitasi yang kurang baik, masih banyak beberapa faktor yang mempengaruhi lambannya pencapaian program DK Askes. Diantaranya ternyata peserta masih merasa lebih mudah mengakses pelayanan di Puskesmas, karena domisilinya lebih dekat dengan Puskesmas. Peserta Askes sendiri juga masih banyak yang belum memahami konsep DK, sehingga peserta yang terdaftar di DK masih ada yang meminta rujukan ke Puskesmas dan minta dilayani pengobatan gigi di Puskesmas.

“Selain dari aspek peserta, faktor lain seperti masih sedikit yang berminat menjadi DK, aturan bahwa dokter tidak boleh melayani obat secara langsung (dispensing), jaringan DK yang belum luas seperti Puskesmas, fasilitas dan jenis pelayanan dasar di Puskesmas yang relatif lebih lengkap, serta pengaruh kebijakan Pemda setempat seperti biaya kapitasi, dan peningkatan revitalisasi Puskesmas juga turut mewarnai. Ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi PT Askes (Persero),” papar Togar.

Berbagai cara ditempuh, salah satunya sejak pertengahan tahun 2008, telah diambil kebijakan melakukan pilot project pelayanan RJTP di DK pada empat kantor cabang di wilayah PT Askes (Persero) Regional VII, yaitu KCU Surabaya, KCU Kediri, KC Malang, dan KC Madiun. Dalam pelaksanaannya, program pilot project tersebut telah menunjukkan perkembangan yang cukup baik, terlihat dari tercapainya target perluasan peserta serta muncul beberapa inovasi pelayanan seperti home visit dan hospital visit oleh DK kepada peserta yang memungkinkan dapat meningkatkan kepuasan peserta. Besaran kapitasinya pun ditingkatkan menjadi sebesar Rp 3.500, yang terdiri dari Rp 1.500 untuk kapitasi jasa dn Rp 2.000 untuk kapitasi obat.

Mengapa Dokter Keluarga?

Sebagai asuransi kesehatan yang menerapkan pola managed care, pelayanan yang berikan PT Askes (Persero) tidak hanya bersifat kuratif (pengobatan) namun juga memperhatikan aspek promotif, preventif, dan rehabilitatif. Sistem managed care dalam penyelanggaraan asuransi kesehatan ini juga mengintegrasikan sistem finansial dan sistem pelayanan kesehatan dengan unsur-unsur seleksi dan standarisasi provider, program peningkatan mutu dan utilization review yang berkesinambungan.

Karena adanya seleksi provider dan program peningkatan mutu serta melihat permasalahan yang kerap muncul dalam ranah pelayanan RJTP seperti yang telah dipaparkan, DK dianggap mampu secara optimal menerapkan fungsi gate keeper di RJTP. Pilar dari managed care adalah gate keeper, sedangkan gatekeeper dalam managed care didefinisikan sebagai dokter yang berwenang mengatur pelayanan kesehatan bagi peserta, sekaligus bertanggung jawab dalam rujukan pelayanan kesehatan lanjutan apabila dibutuhkan peserta. Jika hal ini terintegrasi dengan baik, maka mutu pelayanan yang diberikan oleh pihak asuransi melalui provider-nya akan terus meningkat dan peserta akan menerima manfaat sebesar-besarnya.

DK Askes diharapkan memiliki peran sebagai gatekeeper dan menajer pelayanan kesehatan karena dokter adalah primary care provider, tempat kontak pertama pasien (difasilitasi/sistem pelayanan kesehatan) untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi. Selain itu DK Askes juga memiliki karakteristik melayani peserta sebagai anggota keluarga, hubungan antara dokter dan pasien akan semakin optimal, adanya home visit sehingga dokter mengerti benar bagaimana kondisi lingkungan peserta, serta akan ada rekam medis masing-masing peserta dalam family folder yang apik.

“Untuk itu ipihak penyelenggara, PT Askes (Persero) senantiasa memperhatikan berbagai aspek mengenai penyelanggaraan program ini. Diantaranya sistem kapitasi, hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, evaluasi kinerja kinerja serta mutu dari DK itu sendiri, “ ungkap Togar.

Togar juga menambahkan, dalam aktivitasnya DK Askes juga akan melakukan usaha promosi dan edukasi tentang kesehatan secara lebih personal. Kemudian pelayanan akan lebih terbuka, 24 jam dan bisa pertelepon. Dengan demikian akan banyak benefit yang diperoleh peserta. Konsep DK yang sebenarnya dan lebih komprehensif, yang paling mendasar ia harus mengenal semua peserta dan keluarganya, juga perilakunya. Dengan begitu peran DK akan luar biasa efektifnya.

Tantangan Askes, sebagai Pionir Penyelenggara Dokter keluarga di Indonesia

Telah diamanatkan dalam UU Nomer 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, bahwa PT Askes (Persero) akan menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di bidang kesehatan. PT Askes (Persero) pun telah berbenah dengan mengubah paradigma dan orientasi perusahaan kepada kepuasan peserta, serta visi menjadi spesialis dan pusat unggulan asuransi kesehatan di Indonesia. SJSN menuntut perusahaan untuk bagaimana mengemas proses bisnis dan sistem pelayanan (managed care) yang berkualitas. Salah satunya mengemas sistem DK ini.

Mekanisme kerja DK dalam sistem SJSN nantinya diharapkan mampu menunjang sistem komunikasi antara sesama PPK, antara PPK dengan peserta dan Bapel serta pihak terkait lainnya  memang perlu dipelihara guna menjaga pelayanan PPK tetap bermutu (cost-effective, memuaskan peserta) dan terkendali biayanya. Untuk itu tantangan ini termaktub dalam aturan-aturan yang mengatur tentang berbagai standarisasi baik dari segi kompetensi, pelayananan, tarif, serta distribusi DK di seluruh Indonesia.

Menurut pengamat kesehatan Indonesia Kartono Mohammad, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), jika SJSN berjalan maka seluruh dokter umum di Indonesia harus berperan sebagai DK.

“Jadi BPJS akan melakukan aturan, provider juga harus ada aturannya, tidak boleh ada diagnosis sembarangan. Harus ada kendali mutu. Disini SJSN harus memantau mutu dari segi ketepatan, efisiensi, dan efektifitas. Lalu baru pasien nanti tidak perlu langsung ke spesialis. Dengan begitu biaya pengobatan pasti akan turun,” paparnya.

Kartono juga sepakat bahwa konsep DK itu ideal. Jika pemerintah sudah mentapkan PP (Peraturan Pemerintah) – nya beserta perangkatnya lalu semua bisa diserahkan ke BPJS. Ketersebaran dokter akan sepenuhnya menjadi peranan Pemda dan BPJS. Jadi Pemerintah dalam hal ini sebenarnya lebih ringan bebannya. Untuk kompetensi dokter nanti KKI (Konsili Kedokteran Indonesia) yang akan mengatur, karena sejalan dengan  UU Praktek Kedokteran.

Dilain Pihak Togar Siallagan juga mengungkapkan dengan tidak disetorkan deviden perusahaan pada pemerintah, serta besaran premi yang meningkat karena partisipasi meningkatkan jumlah premi, ditambah efisiensi yang bisa dilakukan oleh perusahaan maka sudah sewajibnya PT Askes (Persero) mengembalikan dana efisiensi tersebut kepada peserta. Salah satunya dalam program DK ini.

“Dengan ketersediaan premi, kita kan berkewajiban meningkatkan manfaat atas premi yang sudah bertambah. Nah momentumnya sangat tepat, akan dinaikkan kapitasi DK dari 2500 per orang, menjadi 3 klasifikasi yang pertama sebesar 5500, 6000, dan 6500. Inilah yang sebut dengan credensialing, kalau dia lengkap dengan fasilitas serta kemampuannya teruji maka bisa dipakai yang paling tinggi angka kapitasinya, namun jika lebih sederhana bisa dengan angka yang peling kecil, “ jelas Togar.

Untuk itu DK dengan sendirinya harus meningkatkan kualitasnya, Togar menambahkan. Ada syaratnya misalnya kompetensi fungsional, sarana, SDM, dan pelayanan penunjang. Pihak Askes nanti akan melakukan kunjungan lapangan untuk melihat bagaimana kesiapan para DK Askes dan diharapkan kompetensi ini tidak kalah dengan Puskesmas.

“Target kita 7 juta peserta bisa memanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan RJTP dengan pindah ke DK. Strateginya tidak dipaksa, kita harus membuat hal ini menarik. Akhirnya kita harus melakukan sosialisasi, mapping yang baik, dan peningkatan kapitasi. Bersamaan dengan itu maka juga dilakukan pelayanan-pelayanan yang mendukung program ini, misalnya resep rujuk balik. Dampaknya jika program ini berjalan dengan baik, kita akan mengurangi beban RS, akan berkurang minimal 10 % kunjungan ke RS akan berkurang. Nanti juga  akan diadakan penyuluhan oleh DK bekerja sama dengan Askes dan leaflet-leaflet promosi kesehatan, mengajak dokter ahli melakukan seminar, dan sebagainya,” jelas Togar.

Selain itu manfaat DK juga sangat banyak, baik bagi dokter itu sendiri mauoun pemerintah. Misalnya nantinya DK akan memiliki penghasilan lebih dari kapitasi yang diberikan PT Askes, jika ia mampu membuat peserta tidak sakit lagi. Tentunya kompetensi dokterlah dipertaruhkan, bagaimana keahlian dari segi kuratif, dan yang terpenting adalah upaya promotif dan preventif ke peserta akan ditularkan ke pasien, disinilah tantangannya. Di sisi lain itu beban Puskesmas yang akan berkurang seiring masyarakat yang beralih ke DK juga ketersediaan dokter di masing-masing daerah akan terus ada. Dokter  sudah memiliki pasar tersendiri di daerah tersebut dan akan menetap pada akhirnya. Dengan demikian maka bisa juga dimanfaatkan untuk keberadaan dokter puskesmas. Sehingga pemerintah daerah tidak perlu pusing mencari-cari dokter puskesmas di daerahnya.

“Jika program DK bisa berjalan maksimal maka bisa dikatakan PT Askes (Persero)akan menjadi pioneir pelaksana DK di Indonesia. Visi kita yang pertama 2009-2013 adalah menjadi spesialis dan pusat unggulan. Spesialis dalam hal ini harus seperti apa, makanya kita harus mencari mana yang menjadi titik kritis untuk menjadi unggul. DK salah satunya. Ini yang mau kita buat luar biasa dan sangat unggul sehingga setiap orang melihat kalau orang ingin belajar mengenai DK belajarlah dengan DK Askes, “ tutup Togar. []

Published in: on February 11, 2010 at 6:52 am  Leave a Comment  
Tags: , , ,