Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) : Wujud Integritas PT Askes (Persero) Melindungi Peserta

Seperti yang sudah kita ketahui, PT Askes (Persero) adalah perusahaan asuransi kesehatan yang menyelenggarakan jaminan pelayanan kesehatan bagi pesertanya berdasarkan sistem managed care. Sebuah sistem yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan dan pembiayaan. Keduanya saling terkait di dalam mewujudkan pemberian pelayanan kesehatan yang tepat dan efisien, dengan pembiayaan yang terkendali.

Saat ini permasalahan yang dihadapi hampir seluruh dunia di dalam penyelenggaraan pemberian pelayanan kesehatan, biaya pelayanan kesehatan yang semakin besar dari waktu ke waktu, yang tidak selalu diikuti dengan peningkatan di dalam mutu pelayanan. Peningkatan biaya pelayanan disebabkan pergeseran pelayanan kesehatan ke arah pelayanan kesehatan yang kronis dan berjangka panjang karena meningkatnya populasi yang tua, bertambahnya teknologi kedokteran baru yang mahal, pemberian pelayanan kesehatan yang berlebihan dan tidak diperlukan, adanya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlebihan dan tidak rasional.

Di dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, salah satu komponen yang memberikan andil yang cukup besar di dalam peningkatan biaya adalah obat. Di satu pihak obat merupakan salah satu komponen yang penting di dalam upaya pengobatan (karena kalau tidak mendapat yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya, penyakit yang diderita sukar sembuh). Namun, di pihak lain obat juga merupakan komponen yang terbuka untuk terjadinya inefisiensi (antara lain karena penyalahgunaan), sehingga utilisasi dan biayanya meningkat dari waktu ke waktu.

Mengantisipasi hal tersebut, maka di dalam sistem managed care telah dibuat ketentuan-ketentuan di dalam pemberian obat, dimana cara yang paling efektif berupa penetapan suatu standar atau formularium obat yang meliputi suatu daftar dari produk obat-obatan yang akan digunakan Pemberian Pelayanan Kesehatan (PKK).

Untuk itukah sejak tahun 1987 PT Askes (Persero) membuat suatu standar obat yang disusun berdasarkan daftar obat-obatan yang dikaitkan dengan harga tertinggi dari setiap obat (hal ini dibuat untuk menyikapi situasi dimana banyak item obat yang beredar dan disertai dengan variasi harga yang cukup besar) dan standar obat yang dimaksud disebut Daftar  Plafon Harga Obat (DPHO)

Namun sesungguhnya, disamping pengendalian biaya tujuan utama dari dibuatnya DPHO adalah melindungi peserta Askes dari obat-obatan yang seharusnya tidak diminum. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Divisi Pelayanan Kesehatan Askes Sosial PT Askes (Persero), dr. Taufik Hidayat dalam wawancara bersama Info Askes.

“Memang DPHO tujuan awalnya untuk mengedalikan biaya. Karena jika tidak ada DPHO semua dokter bisa menulis dan menentukan obat dengan bebas. Akhirnya obat yang mahal yang keluar yang belum tentu efektif untuk menyembuhkan penyakit. Namun sekarang, tujuan DPHO tidak semata-mata untuk mengendalikan biaya, itu malah menjadi tujuan terakhir. Tujuan yang utama adalah melindungi peserta askes dari obat-obatan yang seharusnya tidak diminum,” jelas pria yang mengawali karier di PT Askes (Persero) Cabang Boyolali ini.

Disamping penyusunan standar obat lanjut Taufik, ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berupa ketentuan tentang penulisan resep obat, dimana penulisan ini hanya dilakukan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PKK) atau provider yang termasuk di dalam jaringan pelayanan Askes, dan harus berdasarkan pada standar atau formulasi obat yang telah ditetapkan. Pengambilan resep obat pun hanya pada apotek yang termasuk dalam jaringan pelayanan.

Standar Obat

Khusus mengenai pelayanan obat bagi pesertanya, Askes menyadari perlunya pengendalian pelayanan obat. Hal itu untuk mewujudkan suatu pemberian obat-obatan yang efektif, aman dan dengan harga yang wajar, adalah hal prioritas untuk diupayakan. Secara umum harga obat di Indonesia terus naik, sampai melebihi kenaikan dari pendapatan penduduk, bahkan untuk beberapa item obat harganya lebih tinggi daripada harga obat di negara-negara tetangga.

Selain itu jumlah item atau produk obat yang beredar lebih banyak (lebih 18.000 item), hal ini disebabkan banyak generik atau zat aktif obat yang sama yang diproduksi berbagai pabrik Farmasi. Dalam menetapkan harga ada berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan harga disebabkan pengendalian harga obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

“Untuk menyusun DPHO ada persyaratan yang dibuat. Agar obat masuk dalam DPHO harus memenuhi syaratnya adalah efektif (efikasinya), bagaimana dampak obat tersebut dalam tubuh, manjur tidaknya, karena banyak obat yang berbahaya. Kemudian  safety (aman), biarpun banyak obat bagus juga tapi kalau tidak safety akan berbahaya jadinya. Jadi fungsi utama DPHO ini adalah melindungi peserta dari obat-obat yang efikasinya tidak bagus maupun tidak aman dikonsumsi. Tentu didalam DPHO ada satu kontrol, sehingga peserta Askes dapat mengkonsumsi obat-obatan yang tepat,” papar bapak satu anak ini.

Penyusunan, Penyediaan dan Distribusi

DPHO disusun sejak tahun 1987, untuk itu PT Askes (Persero) dibantu Tim Ahli DPHO yang sangat berperan didalam penyusunannya. Tim Ahli ini merupakan tim independen yang terdiri dari ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu kedokteran dari berbagi Universitas di Indonesia. Di samping itu keanggotaan tim juga meliputi wakil dari Departemen Kesehatan dan Badan POM.

“Tugas dari Tim Ahli untuk melakukan kajian atau seleksi ilmiah terhadap obat (Dalam generik atau zat aktif) yang akan dimasukkan ke dalam DPHO, dimana pertimbangan utama di dalam pemilihannya mengenai khasiat medis obat (efektifitas tinggi) serta keamanan obat (efek samping kecil),” terang Prof. Armen, salah satu anggota Tim DPHO yang juga saat ini menjabat sebagai kepala farmakolog RSCM, Jakarta.

Acuan yang dipakai di dalam menyusun daftar obat (dalam generik atau zat aktif) adalah Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang telah disusun oleh pemerintah, karena disadari bahwa obat yang ada di dalam DOEN adalah obat-obat terpilih yang paling dibutuhkan dan mutlak untuk diadakan.

Sehubungan dengan hal itu lanjut Armen, agar DPHO dapat memenuhi kebutuhan obat-obat yang dibutuhkan di dalam pengobatan bagi pasien Askes, maka DPHO disusun dengan mencakup seluruh kelas terapi obat yang ada dalam DOEN. Disamping itu DPHO juga mencakup generik atau zat aktif yang tidak tercantum di dalam DOEN, karena DPHO juga mengakomodir usulan generik atau zat aktif obat dari dokter spesialis di rumah sakit pemerintah, sepanjang obat tersebut disebut disetujui oleh Tim Ahli berdasarkan suatu kajian ilmiah.

“Selanjutnya berdasarkan generik atau zat obat yang direkomendasikan Tim ahli, dilakukan pemilihan produk atau item obat-obatan yang akan dimasukkan kedalam DPHO berdasarkan pertimbangan mutu, kontinuitas produksi, jangkauan pendistribusian, serta harga dari setiap produk obat yang ditawarkan oleh pabrik Farmasi,” tambah Taufik Hidayat yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala PT Askes (Persero) Regional IV ini.

Sehubungan dengan harga obat papar Taufik, PT Askes (Persero)  melakukan negoisasi harga dengan setiap pabrik Farmasi untuk setiap produk atau item obat yang ditawarkan. Dengan banyaknya jumlah peserta Askes dan keluarganya (lebih dari 15 juta jiwa), maka cakupan pemakaian obat-obatan yang ada di dalam DPHO peserta Askes dan keluarganya cukup besar, hal ini menyebabkan pabrik-pabrik Farmasi bersedia untuk memberikan harga dari obat-obatan yang ada di dalam DPHO lebih rendah dari pada harga regulernya, karena pabrik Farmasi bisa menghemat di dalam biaya promosi.

Dengan penyusunan DPHO sebagaimana telah dipaparkan, akan diperoleh daftar obat-obatan yang memiliki manfaat medis yang besar (efektif), efek samping kecil (aman), dan harga yang wajar (efien). Selain standar mencakup produk obat yang bermutu serta tersedia di seluruh Indonesia.

Dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang obat, dilakukan revisi secara periodik. Seperti diterapkan proses penyusunan DPHO, proses revisi, khususnya di dalam penambahan atau pengurangan generik atau zat aktif obat, dilaksanakan Tim Ahli beserta wakil dari Departemen Kesehatan dan Badan POM.

“Memang sejauh ini dalam hal mutu kita mengikuti standar badan POM. Sepanjang sudah dikeluarkan nomor registrasi dari badan POM. Kita percaya berarti keamanannya sudah terjamin karena semua sudah diteliti. Selain kita mempunyai tim ahli tersendiri yang tugasnya mengkaji lebih jauh pemilihan obat yang ada,”jelas Taufik.

Setelah DPHO selesai disusun dan selanjutnya direvisi secara teratur, harus diupayakan supaya produksi dan penyediaan obat-obat yang tercantum di dalam DPHO, pendistribusiannya, serta penyediaannya di Apotek yang ditunjuk sebagai PPK Askes harus tetap terjaga kontinuitasnya.

Untuk itu, berkaitan dengan kontinuitas produksi dan penyediaan obat oleh produsen, PT Askes (Persero) telah mengadakan suatu perjanjian kerja sama (PKS) dengan pabrik Farmasi yang obat produksinya tercantum di dalam DPHO. Sedangkan berkaitan dengan pendistribusian obat dari pabrik Farmasi sampai ke Apotek yang merupakan PPK Askes, diadakan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Distributor Obat atau Pedagang Besar farmasi (PBF).

Apotek PPK Askes merupakan fasilitas kesehatan dimana pasien peserta Askes mengambil obat berdasarkan resep obat DPHO yang telah ditulis oleh dokter keluarga atau dokter spesialis di rumah sakit PPK Askes. Dengan demikian maka ketersediaan obat-obat DPHO di Apotek PPK Askes adalah suatu yang mutlak harus dijaga. Sehubungan dengan hal tersebut, kantor cabang Askes di seluruh Indonesia telah mengadakan PKS dengan Apotek di wilayahnya yang memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Permasalahan yang Kerap Muncul

DPHO merupakan standar obat yang dipakai di dalam penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Askes bagi peserta oleh dokter keluarga pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan oleh dokter spesialis di rumah sakit PPK Askes, pada pelayanan kesehatan tingkat lanjutan harus berpedoman pada DPHO. Diakui penerapan DPHO sebagai pedoman dalam penulisan resep obat sering mengalami kendala, baik ditinjau dari pemberi pelayanan (dokter, Apotek, atau rumah sakit), maupun dari segi peserta (pasien). Menghadapi hal-hal harus berusaha untuk meningkatkan penerapan resep obat yang berpedoman pada DPHO.

“Sebenarnya ada tiga faktor yang kita hadapi saat ini. Pertama obat itu kosong di apotek. Kedua memang diresepkan obat non DPHO. Ketiga obat yang diberikan tidak sesuai dengan yang diberikan oleh apotek. Hal ini dikarenakan misalnya pabrikan tidak diproduksi karena kehabisan bahan baku. Kemudian yang berikutnya adalah distribusi yang tidak benar. Perencanaan pendistribusian kurang akurat, lalu masalah lain adalah obat kosong di apotik, dan sebagainya,” ungkap Taufik Hidayat

Untuk itu di sinilah PT Askes (Persero) harus terus berperan aktif untk menanggulangi permasalahan-permasalahan  ini. Menurut Taufik, masing-masing permasalahan ada treatment (cara) tersendiri untuk mengatasinya. Misalnya untuk obat kosong biasanya perusahaan akan menegur langsung pabrik obat, menuntut kesepakatan awal pada PKS. Bahkan jika ada yang tidak sesuai secara terus menerus bisa tidak akan dipakai lagi. Hal serupa juga dilakukan untuk pihak distributor dan apotik.

“Kita juga telah melakukan upaya pelaporan obat kosong yang tersentralisasi. Maksudnya tidak perlu pelaporan tersebut melalui kantor cabang atau regional lagi, tetapi langsung dari ke kantor pusat via email, sehingga bisa dilakukan teguran langsung pada pabrik obat, distributor, maupun apotik secara cepat pada hari itu juga. Tidak perlu melalui mekanisme desentralisasi. Terlalu lama, dalam rentang proses klaim, karena dalam rentang tersebut sering terjadi kesalahpahaman dan tidak bisa menegur langsung saat penyedia obat tidak berlaku seperti yang diharapkan,” papar Taufik.

Disadari dengan penerapan standar obat ini akan terjamin pemberian obat kepada peserta yang bermutu, efektif, aman, dan efisien. Kegiatan yang dilaksanakan berupa pendekatan kepada dokter di PPK Askes, untuk memberikan informasi tentang DPHO. Mengadakan seminar-seminar mengenai pemakaian obat secara rasional dan DPHO untuk dokter keluarga dan dokter spesialis di rumah sakit. Pemantauan penulisan resep obat non DPHO di rumah sakit PPK Askes, yang dilaksanakan oleh kantor cabang Askes secara rutin. Mengadakan koordinasi dengan Apotek dan rumah sakit dalam rangka menyesuaikan obat-obat DPHO yang dibutuhkan dokter spesialis di rumah sakit dengan obat DPHO yang tersedia di Apotek. Memberikan penyuluhan atau informasi tentang DPHO kepada peserta secara rutin dan berkesinambungan.

Kedepan diharapkan keberadaan DPHO selain memiliki tujuan utama melindungi peserta dari penggunaan obat-obatan secara tepat, serta pengendalian biaya mengatasi fenomena mahalnya harga obat di Indonesia juga dalam implementasi Sistem Jaminan Kesehatan Nasional DPHO diharapkan menjadi model standar obat yang secara nasional diterapkan kedepannya. PT Askes (Persero) memiliki kekuatan besar dan bisa turut andil melakukan semacam kontrol dalam upaya mengatasi keterjangkauan masyarakat Indonesia memperoleh pelayanan kesehatan, khususnya memperoleh  obat-obatan yang tepat. []

Published in: on November 4, 2009 at 9:54 am  Comments (1)  
Tags: , , ,

The URI to TrackBack this entry is: https://deeshampoqu.wordpress.com/2009/11/04/daftar-plafon-harga-obat-dpho-wujud-integritas-pt-askes-persero-melindungi-peserta/trackback/

RSS feed for comments on this post.

One CommentLeave a comment

  1. tapi sayang, DPHO tidak bisa didapatkan oleh peserta. gimana caranya tau bahwa itu obat emang obat DPHO.


Leave a reply to boy Cancel reply